Ternate – Lembaga Swadaya Masyarakat Lumbung Informasi Rakyat (LSM LIRA) Provinsi Maluku Utara (Malut), kembali menyoroti tindakan culas yang diduga sering dilakukan oleh sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) serta Agen Premium dan Minyak Solar (APMS), di wilayah Malut, khusunya di Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel).
Ketua LSM LIRA Malut, Said Alkatiri, kepada media ini Sabtu (28/6), menyampaikan bahwa dugaan tindakan culas dan atau nakal, yang sering dilakukan oleh oknum pengusaha SPBU dan APMS, dalam penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) kepada masyarakat, ini harus menjadi perhatian khusus oleh pihak terkait.
“Sejumlah SPBU dan SPBUN serta APMS yang bercokol di wilayah Malut, khususnya di Halsel, ini diduga kuat sering melakukan tindakan culas dan atau nakal pada saat melakukan penjualan BBM, dan ini telah lama menjadi sorotan publik,” pungkas Said.
Dengan dugaan ini lanjut, Said, maka ini sudah seharusnya Badan pengatur hilir minyak dan gas bumi (BPH Migas), berkewajiban untuk menjalankan ketentuan sanksi terhadap SPBU, SPBUN dan APMS yang nakal, hingga pada tahapan sangsi pencabutan izin/PHU, agar ada efek jerah bagi mereka yang menjalankan bisnis BBM diluar ketentuan dimaksud.
“Terutama penyaluran Jenis Bahan Bakar Tertentu (JBT) dan Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP), ini harus menjadi fokus utama pihak terkait untuk melakukan pengawasan, dikarenakan ini merupakan isu strategis dalam menjaga ketersediaan energi di masyarakat,” ungkap Said.
Said, juga meminta kepada BPH Migas agar memastikan penyaluran BBM bersubsidi tepat sasaran, dan tidak di salah gunakan karena pada prinsipnya ketersediaan BBM bersubsidi, ini diperuntukkan untuk kebutuhan masyarakat, yang tidak bisa dijual secara sembarangan.
“BPH Migas tidak boleh hanya tinggal diam melihat problem ini, dikarenakan aturan pemerintah telah jelas dimana ketentuan penyaluran BBM bersubsidi tidak hanya berdampak pada sanksi administrasi, akan tetapi dapat di kenakan sanksi pidana sesuai pasal 40 angka (9) Undang-undang Nomor: 6 tahun 2023 tentang cipta kerja, dan revisi UU Nomor: 22 tahun 2021 pasal 55 tentang migas,” bebernya.
Dalam pelaksanaannya kata, Said, pengawasan atas ketentuan SPBU yang tidak memiliki dispenser wajib di tindak tegas, terutama SPBU yang menjual BBM bersubsidi, yang diduga bekerjasama dengan kendaraan baik roda dua maupun roda empat, yang menggunakan tangki rakitan dan lain-lain.
Lebih lanjut, Said menegaskan hal ini wajib dilakukan oleh BPH Migas sebagai upaya, untuk memastikan pengawasan dan penyaluran BBM bersubsidi sesuai ketentuan Perpres Nomor: 191 tahun 2014 tentang penyediaan, pendistribusian dan harga jual eceran BBM kepada konsumen.
“Jadi kami meminta agar BPH Migas bertindak tegas, agar penggunaan BBM bersubsidi ini dijual tepat sasaran, yakni kepada yang berhak bukan di jual kepada pengusaha-pengusaha eceran, yang ujung-ujungnya merugikan masyarakat,” terang Said.
Selain itu, Said, juga meminta kepada pihak Himpunan Wiraswasta Nasional ( Hiswana) migas, sebagai garda terdepan dalam penyaluran BBM bersubsidi, agar ikut serta berperan aktif dalam memastikan BBM bersubsidi tersebut di jual tepat sasaran.
“Kami tegaskan bahwa pengawasan terhadap BBM bersubsidi, bukan hanya menjadi tanggung jawab BPH migas, tapi juga menjadi tanggung jawab Pemerintah daerah ( Pemda) dan pihak Aparat Penegak Hukum (APH),” tutup Said.