Ternate – Kunjungan kerja (Kunker) Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Rifqinizamy Karsayuda, di Provinsi Maluku Utara (Malut) dengan agenda penguatan Gugus Tugas (Gustu) Performa Agraria.
Ketua Komisi II, Bang Rifqi, sapaan akrab Rifqinizamy Karsayuda, kepada sejumlah awak media saat diwawancarai di Aula Sahid Bella Hotel, Senin (28/7), menegaskan pentingnya peran Gugus Tugas Performa Agraria dalam menyelesaikan persoalan tata ruang dan pertanahan di daerah.
“Kunjungan ini merupakan bagian dari fungsi pengawasan DPR RI, terhadap pelaksanaan kebijakan di daerah dalam sektor agraria. Olehnya itu dalam kunjungan ini perlu kami saya tegaskan bahwa Gugus Tugas Performa Agraria, harus menjadi forum strategis dalam menata kebijakan tata ruang dari hulu,” pungkas Bang Rifqi.
Bang Rifqi, menambahkan, jika terdapat kebijakan di tingkat Provinsi, Kabupaten, maupun Kota, yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan, maka melalui gugus tugas ini komunikasi dan koordinasi harus segera dilakukan.
“Ketua Gugus Tugas Agraria itu adalah kepala daerah. Anggotanya terdiri dari unsur penegak hukum seperti Kejaksaan, Kepolisian, serta OPD terkait. Namun faktanya, justru OPD seringkali menjadi bagian dari persoalan dalam penataan ruang,” ujar Bang Rifqi.
Bang Rifqi, juga dengan tegas mengkritisi bahwa masih banyak Kepala daerah yang belum mengoptimalkan perannya sebagai ketua gugus tugas, sehingga penataan ruang menjadi stagnan. Akibatnya, kebijakan di daerah kerap mengalami tumpang tindih, dan tidak sinkron dengan peraturan tata ruang yang berlaku.
“Banyak kepala daerah mengeluh soal tata ruang dan pertanahan. Ini dilema dalam tata kelola negara. Sudah saatnya Gugus Tugas Performa Agraria dihidupkan kembali agar visi-misi daerah benar-benar terarah dan berdampak positif,” tegas Bang Rifqi.
Selain itu, Bang Rifqi, juga mengungkapkan bahwa sesuai laporan dari Gubernur Maluku Utara, bahwa Provinsi ini masih menghadapi pekerjaan rumah besar, yakni lebih dari 70 persen tanah belum bersertifikat.
“Kami menargetkan, pada tahun 2028 seluruh tanah di Indonesia harus sudah terdaftar dan bersertifikat. Ini langkah konkret menuju kepastian hukum dan pembangunan berkelanjutan,” tutup Bang Rifqi.