Ternate – Penghargaan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), yang sering diberikan oleh Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia (BPK RI), kepada Pemerintah Daerah (Pemda) setiap tahunnya, ini diduga hanya sebuah upaya bagimana Pemerintah menutupi bobroknya menejemen pengelolaan keuangan daerah.
Hal ini diungkapkan Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Lumbung Informasi Rakyat (LSM LIRA) Provinsi Maluku Utara (Malut), Said Alkatiri, S.Pd, kepada media ini Selasa (29/7).
Said, mengatakan ada sejumlah poin penting yang kemudian menjadi syarat untuk Pemda atau seorang kepala daerah, mendapatkan opini WTP oleh BPK RI atas menejemen pengelolaan keuangan daerah. Dimana ini menurutnya ada poin yang kemudian belum dipenuhi.
“Ada 8 Poin yang menjadi syarat utama untuk mendapat opini WTP diantaranya yakni; Penyusunan laporan keuangan yang andal, Sistem pengendalian interen yang efektif, Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, Ketaatan pada standar audit, Ketersediaan dokumen pendukung, Proses audit yang transparan, Tindak lanjut rekomendasi BPK dan Komitmen Pimpinan.
Dari 8 Poin diatas kata, Said, hampir rata-rata belum mampu diaplikasikan oleh Pemda, dikarenakan masih banyak terjadi tindakan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), yang sering ditemukan dilingkungan pemerintahan tidak terkecuali Pemerintah Provinsi Maluku Utara dan Pemerintah Kabupaten/Kota se-Malut.
“Logikanya jika pemerintah disebuah daerah diberikan penghargaan berupa opini WTP, maka daerah tersebut sudah seharusnya bebas dari tindakan KKN, terutama Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Namun kenyataannya masih banyak daerah penerima penghargaan opini WTP dari BPK RI, mulai dari Kepala Daerah hingga unsur pimpinan OPD nya banyak yang masih terlibat kasus Korupsi,” pungkas Said.
Lanjut Said, seperti yang kita lihat di Maluku Utara, dimana Halsel dengan kasus pembangunan Mesjid Raya, kasus pengadaan Spead Booth oleh Dinas Kesehatan Halsel, RS Pratama Kecamatan Makian, jalan lingkar pulau Makian, dan masih banyak lagi sejumlah kasus Tipikor, yang diduga ini melibatkan para unsur pimpinan di lingkungan Pemda Halsel.
“Selain itu ada juga sejumlah kasus Tipikor yang terjadi di lingkungan Pemerintah Kota Ternate, dimana ini sudah ada penetapan tersangka dan telah divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri (PN) Ternate, dengan putusan PN yang berkekuatan hukum tetap. Namun ini masih diduga ada sejumlah pelaku yang terlibat dalam kasus Tipikor dimaksud belum tersentuh oleh hukum,” beber Said.
Said, menambahkan selain Halsel dan Kota Ternate, ada juga dugaan Tipikor yang terjadi di Kab. Halmahera Barat, yakni dana pinjaman SMI yang dipinjam oleh Pemda Halbar senilai ratusan miliaran rupiah, dimana ini diduga kuat di korupsi oleh oknum-oknum tertentu, dan ini sudah dilaporkan ke Kejati Malut, namun hingga saat ini belum ada kepastian hukum yang pasti.
“Sementara itu di Kabupaten Sula dan Taliabu, ini diduga ada penggunaan Ijazah Palsu oleh sejumlah oknum ASN, guna kenaikan pangkat dan atau golongan demi menduduki posisi-posisi penting di SKPD dua Kabupaten dimaksud,” ungkap Said.
Olehnya itu, Said, meminta kepada BPK RI perwakilan Malut, agar kedepan lebih jeli dalam melakukan pemeriksaan atau audit, terkait dengan menejemen pengelolaan keuangan daerah, dan serta pengelolaan administrasi daerah agar tidak serta me
rat memberikan penghargaan opini WTP kepada Pemerintah Daerah.
“BPK RI perwakilan Malut, harus jeli melakukan audit atas menejement pengelolaan keuangan daerah dan menejement pengelolaan administrasi daerah, sehingga tidak terkesan mengkhianati masyarakat demi mendapatkan pujian dan sanjungan dari pemerintah setempat, atas penghargaan opini WTP yang diberikan kepada mereka,” tutup Said.