Yogyakarta – Kelompok Mahasiswa Magister Psikologi (KMMP) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, berhasil menyelenggarakan intervensi edukatif bertajuk, “Webinar Pencegahan Pelecehan Seksual”, menggunakan Theory of Planned Behavior bagi Komite SD di Yogyakarta.
Berdasarkan informasi yang dihimpun media ini Minggu, (10/8), kegiatan ini dilaksanakan pada Sabtu, 19 Juli 2025 lalu, melalui platform Zoom Meeting dan diikuti oleh 40 peserta yang mayoritas dari kalangan ibu-ibu yang merupakan wali murid.
Moderator Webiner, Dwi Esti Kurniawati, saat dikonfirmasi awak media menyampaikan bahwa program ini bertujuan meningkatkan pemahaman masyarakat, khususnya orang tua wali murid terkait dengan Undang-Undang Nomor: 12 Tahun 2022, tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
“Selain itu, giat ini juga dengan tujuan membangun sikap proaktif dalam mencegah, serta melaporkan kasus pelecehan seksual terhadap anak dan perempuan. Dimana materinya disusun dengan pendekatan Theory of Planned Behavior, yang menekankan pembentukan sikap positif, dukungan norma sosial dan peningkatan keyakinan diri untuk bertindak,” pungkas Dwi.
Dwi, menjelaskan dalam penyampaiannya, pemateri menggunakan slide interaktif, infografis dan bagan alur pelaporan kasus pelecehan seksual. Peserta diperkenalkan pada berbagai bentuk pelecehan seksual baik verbal, nonverbal, fisik maupun digital, serta strategi pencegahan berbasis keluarga dan sekolah.
“Prosedur pelaporan dijelaskan secara rinci sesuai ketentuan undang-undang, mulai dari identifikasi tanda-tanda awal hingga proses penanganan oleh pihak berwenang,” ujar Dwi.
Dwi, menambahkan antusiasme peserta terlihat jelas saat sesi tanya jawab dan berbagi pengalaman. Beberapa peserta mengaku mendapatkan wawasan baru yang sebelumnya jarang dipikirkan, serta termotivasi untuk lebih waspada dalam mengawasi anak.
“Dalam Webiner ini kemudian salah satu narasumber menyampaikan bahwa edukasi ini, mendorong dirinya untuk melibatkan suami, dalam pengasuhan demi meningkatkan perlindungan bagi anak,” ungkap Dwi.
Lanjut, Dwi, program ini dinilai berhasil mencapai target. Namun penyelenggara mencatat beberapa kendala, di antaranya yakni rendahnya tingkat pengisian kuesioner evaluasi dan sifat materi, yang masih dominan informatif dibandingkan praktis.
“Meski begitu hal tersebut tidak dapat mengurangi dampak positif kegiatan terhadap peningkatan kesadaran, terutama kesadaran hukum dan keberanian melapor di kalangan peserta,” terang Dwi.
Sebagai tindak lanjut kata, Dwi, tim mahasiswa merekomendasikan pelaksanaan webinar lanjutan, penyusunan buku saku panduan pencegahan pelecehan seksual, serta perluasan peserta hingga mencakup seluruh wali murid dan tenaga pendidik.
“Olehnya itu kami berharap upaya ini dapat menjadi langkah konkret, dalam membangun lingkungan sekolah,.yang aman dan bebas dari pelecehan seksual khususnya terhadap anak-anak,” tutup Dwi.