Ternate – Kinerja Pemerintah Provinsi Maluku Utara (Pemprov Malut), kini menjadi sorotan publik, baik di tingkat daerah maupun nasional. Meskipun tercatat memiliki capaian pendapatan daerah tertinggi, hal tersebut dinilai belum mencerminkan tata kelola keuangan yang transparan dan akuntabel.
Diketahui Gubernur Malut, Sherly Tjoanda Laos, pada beberapa waktu yang lalu melakukan konsultasi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, terkait hasil Monitoring Center for Prevention (MCP) yang menunjukkan penilaian rendah terhadap kinerja pengelolaan keuangan daerah.
Langkah konsultasi tersebut menuai beragam tanggapan publik, dimana sebagian pihak menilai langkah itu sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah daerah dalam memperbaiki tata kelola pemerintahan. Namun, ada pula yang menilai konsultasi tersebut sebagai upaya melindungi diri dari potensi pemeriksaan terkait pengelolaan anggaran daerah.
Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Lumbung Informasi Rakyat (LSM LIRA) Malut, Said Alkatiri, S.Pd, menilai bahwa konsultasi Gubernur Malut ke KPK RI ini, membuktikan lemahnya sistem pengawasan internal di lingkungan Pemprov Malut, sehingga ini dapat berpotensi menimbulkan penyimpangan.
“Olehnya itu kami mendesak kepada KPK RI untuk segera memeriksa Gubernur Sherly dan sejumlah pimpinan OPD, karena ada dugaan kelalaian dalam pengelolaan keuangan daerah,” ujar Said, kepada media ini Kamis (30/10).
Said, juga menyoroti potensi konflik kepentingan pejabat daerah yang memiliki hubungan langsung dengan dunia usaha, khususnya di sektor pertambangan. Ia menuding adanya keterkaitan antara kepemilikan saham oleh pejabat daerah, dan izin tambang yang bermasalah di Malut.
“Berdasarkan data Kementerian ESDM, terdapat 246 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di wilayah Malut. Namun, data yang dihimpun KPK menunjukkan 372 IUP di antaranya masih bermasalah, termasuk izin milik PT. Karya Wijaya, yang diduga belum memiliki dokumen Penyelesaian Administrasi Kehutanan (PAK) dan dokumen lingkungan lainnya,” beber Said.
Menanggapi hal tersebut, Said, meminta dengan tegas kepada Satgas Tambang Ilegal, untuk segera mengambil tindakan tegas sesuai dengan Undang-Undang Nomor: 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta UU Nomor: 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K).
“Arahan Presiden Prabowo sudah jelas, agar Kejaksaan Agung, KPK, dan Polri tidak melindungi pejabat maupun korporasi yang melanggar hukum,” tegas Said.
Ia menambahkan, pengawasan dari masyarakat sipil, termasuk LSM dan ormas, menjadi penting untuk memastikan tidak ada praktik penyelewengan dan penyalahgunaan kewenangan dalam pengelolaan sumber daya alam di Malut.












