Ternate – Sebagai seorang praktisi teknik sipil yang sehari-hari bergelut dengan tanah dan batuan di Maluku Utara (Malut), Adit Soabobo, S.T, melihat rencana proyek pembangunan jalan Trans Kieraha dengan kacamata yang berbeda.
Menurutnya di luar dari hingar-bingar politik antara jalur pangan versus jalur oligarki, ada satu hal yang jauh lebih fundamental yang terkesan diabaikan perencanaan. “Apakah proyek ini dibangun di atas fondasi perencanaan yang benar?”.
“Dengan anggaran yang disebut fantastis, maka proyek ini tidak boleh gagal. Namun, dari kacamata seorang praktisi, proyek ini terlihat amburadul, terburu-buru, dan berisiko tinggi sebab tidak memiliki perencanaan awal,” pungkas Adit.
Adit, menambahkan bahwa Feasibility Study (FS), dan atau Studi Kelayakan, bukanlah sekadar formalitas melainkan FS adalah kitab suci proyek. Sehingga untuk setiap proyek tidak terkecuali proyek Trans Kieraha ini wajib memiliki kitab tersebut dan untuk Trans Kieraha itu harusnya sangat tebal FS-nya, karena medan yang akan ditembus adalah salah satu yang paling kompleks di Maluku Utara.
“Berdasarkan hasil kajian dari sejumlah literatur atas data geologi, trase jalan ini akan melintasi kombinasi batuan yang merupakan mimpi buruk bagi mereka yang berlatar insinyur sipil. Jalan ini akan melewati formasi geoteknik yang membutuhkan analisis yang mendalam. Bagi orang awam, ini hanya nama, tetapi bagi kami yang mempelajari ilmu geoteknik, ini adalah daftar jebakan yang menunggu untuk gagal,” beber Adit.
Lebih lanjut, Adit, menegaskan bahwa apa yang kemudian disampaikan ini, tidak hanya sekedar berhalusinasi akan tetapi ia memiliki alasan teknis yang cukup mendasar, sebagaimana hasil kajian-kajian ilmiah yang dilakukan berdasarkan besiknya.
Adapun sejumlah alasan dengan pendekatan teknis sebagai berikut:
1. Makanan pokok proyek: Gali dan Timbun (Cut and Fill) di Atas Tanah “Sabun”. Metode Cut and Fill (Gali-Timbun) adalah pekerjaan utama proyek ini. Tapi apa yang akan kita gali dan timbun.
•Batuan Vulkanik (Formasi Tomb & Qpk): Ini adalah batuan gunung api tua. Masalahnya, batuan ini sudah lapuk sangat dalam menjadi tanah lempung tebal. Lapisan tufa (abu vulkanik) di dalamnya akan menjadi ‘bubur’ begitu tersentuh air. Stabilitasnya sangat rendah.
•Batuan Sedimen (Formasi Tmpw & Tmpt): Ini adalah batuan berlapis, bayangkan “tumpukan buku” yang miring. Ada lapisan keras (batupasir) dan lapisan lunak/licin (napal). Jika kita salah potong lereng, kita menciptakan bidang gelincir sempurna. Jalan ini bisa longsor translasi (ambruk sebidang besar).
•Jebakan Terbesar: Batuan Ultramafik (Formasi Ub): Ini adalah batuan “banci”, induk dari nikel. Batuan ini sangat mudah lapuk menjadi mineral Serpentinit, yang kami di lapangan sebut sebagai “tanah sabun”. Sifatnya sangat licin, daya dukung hampir nol, dan mudah mengembang (swelling).
Saat kita menggali (Cut) lereng-lereng ini, kita menciptakan “luka” yang sangat rawan longsor. Saat kita menimbun (Fill), terutama menggunakan material dari formasi ini, kita berisiko membangun jalan di atas fondasi yang akan amblas (konsolidasi).
Diperparah lagi oleh Tekanan Air Pori; air hujan akan masuk ke pori batuan “bubur” dan “sabun” ini, mendorong butiran tanah terpisah dari dalam dan memicu longsor katastrofik.
Pertanyaan tegas saya: Apakah FS proyek ini sudah memetakan setiap jengkal dari batuan-batuan berbahaya ini? Apakah desain perkuatan lerengnya sudah siap untuk menangani “tanah sabun” Formasi Ub?
2. Kita Hidup di Cincin Api: Gempa PGA 0.3g. Sekarang, ambil semua risiko di Poin 1 lereng “tumpukan buku” yang miring, tanah “bubur” vulkanik, dan fondasi “sabun” ultramafik lalu tambahkan satu faktor: Gempa PGA 0.3g. Ini adalah Zona Bahaya Gempa Tinggi (Wilayah 4 atau 5).
Gempa bukan “kemungkinan”, tapi “kepastian”. Implikasinya adalah bencana, jika tidak ditangani:
1.Struktur Wajib Fleksibel: Jembatan dan Jalan di atas lembah-lembah ini wajib menggunakan Ductile Design (Desain Ulet) yang sangat mahal agar tidak runtuh saat diguncang.
2.Longsor Akibat Gempa: Guncangan 0.3g akan menjadi pemicu sempurna untuk meluncurkan semua lereng tidak stabil yang kita bicarakan tadi.
3.Likuifaksi: Di beberapa area, guncangan kuat bisa membuat tanah yang jenuh air (seperti Tufa) berubah sifat dari padat menjadi cairan. Jika jalan dibangun di atasnya, ia akan “tenggelam”.
Pertanyaan teknis saya: Apakah parameter gempa ini sudah dimasukkan dalam desain? Metode perhitungan apa yang dipakai? Apakah hanya pakai hitungan sederhana (Metode Pseudostatik) agar cepat? Atau sudah memakai analisis canggih (seperti Finite Element Method) yang mencerminkan risiko sebenarnya di atas batuan-batuan spesifik tadi? Jadi, semua yang telah di jelaskan diatas tentu penanganannya membutuhkan biaya yang sangat sangat besar. Padahal banyak ruas jalan provinsi yang sangat perlu penanganan serius, cepat dan tidak memberatkan anggaran daerah malah diabaikan.
Kesimpulan: Jangan Gadaikan Keselamatan Demi Kecepatan
Melihat polemik yang ada dan kompleksitas geologi yang nyata di lapangan, saya khawatir aspek teknis fundamental ini dikesampingkan demi mengejar target politik atau kepentingan tertentu.
Anggaran fantastis harusnya menghasilkan kualitas fantastis. Itu berarti investigasi geoteknik yang super-detail, analisis gempa yang paling canggih, dan desain teknis yang paling kuat untuk menaklukkan medan yang terdiri dari formasi Tomb, Qpk, Tmpw, Tmpt, dan Ub.
“Jika FS dan desainnya dibuat asal-asalan, saya jamin: jalan ini tidak akan bertahan lama. Uang triliunan rakyat akan terbuang percuma, terkubur dalam longsor atau amblas ke dalam tanah. Jangan sampai Proyek Trans Kieraha yang digadang-gadang jadi “jalur pangan” justru menjadi monumen kegagalan rekayasa soe (engineering failure) terbesar di Maluku Utara. Karena kenapa? Kita di Maluku Utara selalu diperhadapkan dengan sekian banyak kegagalan bangunan yang menghabiskan puluhan milyar anggaran Rakyat. Ini penyebabnya kebijakan politik pembangunan yang tidak berdasarkan pada perencanaan yang matang. Alhasil banyak uang rakyat yang terbuang tanpa manfaat.
Editor : Panji












