Ternate – CV. Gishel Mandiri, salah satu perusahan tambang galian C, yang beroperasi di Kecamatan Wasilei, Kabupaten Halmahera Timur (Haltim), Provinsi Maluku Utara (Malut), diduga menjalankan aktivitas pertambangan diluar dari batas area, sebagaimana yang telah ditentukan dalam izin operasinya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun media ini, Jum’at (13/6), perusahaan galian C yang bergerak di bidang pertambangan pasir dan batu, yang beroperasi di seputaran sungai opiyang Wasilei, Haltim ini, telah beroperasi hingga jauh melewati batas izin operasi yang dikeluarkan oleh pemerintah setempat.
Amrin Amin, ST. MT, salah satu aktivis pemerhati sungai dan perairan kepada media ini, menyampaikan bahwa secara normatif siapa pun yang mengambil material, khusunya di sungai harus memiliki izin sebagaimana yang telah ditentukan.
“Jadi dalam hal penambangan khususnya galian C, yang beroperasi di wilayah sungai wajib mengantongi izin dan harus beroperasi sesuai dengan batas yang telah ditentukan, dalam izin pertambangan dimaksud,” ujar Amrin.
Namun kata Amrin, ada salah satu perusahaan yakni CV. Gishel Mandiri yang beroperasi di sungai opiyang Wasilei, diduga kuat telah melewati batas wilayah operasi yang telah ditetapkan dalam izin pertambangan dimaksud.
“Berdasarkan data yang kami kantongi, perusahaan tersebut telah beroperasi hingga melewati batas izin. Olehnya itu kami meminta kepada pihak terkait, seperti PPNS BWS perwakilan Malut, agar segera turun ke lapangan untuk meninjau langsung aktivitas perusahaan tersebut, dan segera menghentikan sementara aktivitas pertambangannya, dikarenakan telah melewati batas yang ditentukan dalam izin mereka,” tegas Amrin.
Amrin, menegaskan jika hal ini dibiarkan maka ini akan mengakibatkan kerusakan pada sungai dimaksud, dikarenakan penambangan yang tidak beraturan dan diduga tidak sesuai Rekomtek yang dikeluarkan BWS Malut ini, akan menimbulkan perubahan morfologi sungai.
“Selain itu dalam dokumen perizinan yang dimiliki oleh CV. Gichel Mandiri dengan Nomor: 280720012563004 adalah bentuk penambangan material pasir/kerikil, sesuai dengan Kode KBLI “08103” yang telah disyaratkan dalam dokumen izin. Artinya secara spesifikasi teknis ukuran yang di izinkan dalam penambangan dan pemasaran adalah material batuan dengan ukuran 10-20 mm, 20-30 mm atau Pasir, sirtu dan Abu batu,” beber Amrin.
Lanjut, Amrin, akan tetapi yang terjadi dilapangan CV. Gishel Mandiri beroperasi diluar dari ketentuan izin, yakni melakukan penambangan bebatuan dengan ukuran 20-50 cm, dan dipasarkan secara bebas di wilayah Wasilei Haltim. Hal ini diduga kuat ada bentuk pembangkangan hukum, bahkan ini merupakan bentuk kejahatan yang diduga dengan sengaja di diamkan.
Sebagaimana UU No 3. Tahun 2020 dan perubahan atas UU No. 4 Tahun 2029 tentang pertambangan Mineral dan batu bara. Terdapat pada pasal 158 “setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IUPK, atau izin lainnya akan dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun, dan denda paling banyak 100 Milyar”.
“Ini artinya bahwa jika dugaan penambangan yang dilakukan oleh CV. Gishel Mandiri di sungai Opiyang suda tidak sesuai dari peta izin penambangan maka aktivitasnya dapat dianggap ilegal,” tutup Amrin.